Penanganan infertilitas baru dilakukan setelah pasangan suami isteri dalam satu tahun belum mampu menghasilkan keturunan, karena bagi pasangan yang subur 25% kehamilan akan terjadi pada bulan pertama setelah perkawinan, 57% setelah 3 bulan, 63 – 72% setelah 6 bulan, 75% setelah 9 bulan, 80- 85 % setelah 12 bulan, 90% setelah 18 bulan, dan 93% setelah 24 bulan (MacLennan, 1991, Frey et al., 2004).
Di Amerika Serikat dilaporkan jumlah pasangan infertile mencapai 10-15%, dan akhir-akhir ini meningkat menjadi 15-20% (Frey et al, 2004). sedang di Indonesia diperkirakan 12% atau sekitar 3 juta pasangan usia subur mengalami infertilitas baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan (Sumapradja, 1980).
Infertilitas didefinisikan sebagai ketidak mampuan untuk hamil bagi seorang wanita setelah kawin satu tahun tanpa alat kontrasepsi. Infertlitas primer bila kedua pasangan belum pernah mempunyai keturunan, sedang infertilitas sekunder bila pasangan telah mempunyai anak tetapi kesulitan untuk hamil lagi. Kebutuhan pelayanan infertilitas semakin meningkat sehubungan terjadinya kecenderungan penundaan perkawinan dan penundaan kehamilan di masyarakat. Selain itu adanya kesadaran yang lebih tinggi bahwa pengobatan infertilitas adalah bagian dari pengobatan kedokteran.
Secara klinis masalah infertilitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, idealnya pada wanita harus dilakukan pemeriksaan secara lengkap yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan organ reproduksi serta status endokrinologiknya.Namun demikian dalam tata-laksana klinis pemeriksaan infertilitas dasar, 4 sebab utama yang perlu diperhatikan adalah (MacLennan, 1991, Lim & Ratnam, 1992.):
- Kualitas spermatozoa suami (male factor)
- Patensi tuba uterina (tubal factor)
- Status ovulasi wanita ( ovulatory factor)
- Kapasitas deposisi serta kehidupan sperma dalam vagina (cervical factor).
Pada manajemen infertilitas sebelum dilakukan pemeriksaan pada wanita harus dilakukan pemeriksaan pada laki-laki lebih dahulu. Selain itu, harus dilakukan diskusi dengan kedua pasangan yang menyangkut berbagai pemeriksaan yang akan dilakukan serta kemungkinan keberhasilan yang akan terjadi. Pemeriksaan yang akan dilakukan mungkin merupakan sebagian dari pengobatan dan akan membuat wanita hamil, misalnya setelah pemeriksaan HSG normal 40% wanita menjadi hamil (Mackey, 1979). Kadang-kadang infertilitas disebabkan juga oleh karena faktor emosional baik pada suami maupun isteri, antara lain oleh karena faktor depresi, hubungan suami isteri yang tidak harmonis, dalam keadaan ketakutan atau kemarahan. Masalah infertilitas berlainan dengan masalah medik yang lain, umumnya selalu menyangkut problema dari kedua pasangan, meskipun faktor infertilitasnya hanya ditemukan pada salah satu pasangan. Keterbukaan tentang masalah infertilitas menunjukkan faktor yang positif didalam kemampuan pasangan mengatasi infertilitas.
Evaluasi faktor infertilitas wanita lebih kompleks dan harus dimulai dengan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, analisa air seni, pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit seksual menular, konfirmasi imunitas rubella dan varicella serta pemeriksaan pap smear. Wanita harus diperiksa secara lengkap kesehatan umumnya, penyakit yang pernah dideritanya serta operasi-operasi yang pernah dijalaninya.
Pola menstruasinya harus diketahui dengan baik dan status endokrinologinya sedapat mungkin juga diperiksa. Namun demikian, pemeriksaan endokrinologi dasar yang lengkap tidak perlu harus dijalankan, akan lebih bermanfaat bila faktor-faktor endokrin diperiksa atas dasar indikasi yang kuat.
Pentingnya Uji Mukus Serviks untuk Menentukan Masa Subur
( Kharmaedisyah Putra, Ita Fauziah Hanoem)
Subbagian Endokrinologi Reproduksi
Bagian/KSMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar