Laman

Rabu, 26 Oktober 2011

Duhhhhh...."bocor". Pantesan Aku Sudah Telat 2 bulan.....

Heeeee...pasti pada mikir something neh, gara2 judulnya telat 2 bulan. Sebenarnya tdk melenceng juga sih antara judul dan isinya. Sekarang entu kan banyak kejadian yang tidak diinginkan, for example (sok english dikitttt) banyak remaja yang melakukan sex bebas(cuit cuitttttt), dan berakhir dengan unwanted pregnancy (english lagiii). Punya pengalaman pribadi, saat dinas di Luar Jawa, seorang siswa SMA sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. 


Kemudian datang dengan nyeri perut, dan keadaan nya sangat anemis banget. Tapi tuh cewek ngakunya menstruasinya emang gag teratur sejak lama, orang tua nya pun tidak menyadari hal yang sebenarnya terjadi. Ternyata setelah diperiksa menderita Kehamilan Ektopik. Mau tau apa itu kehamilan ektopik?
 
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

Integritas embrio, sebagai suatu pertumbuhan dari satu zygot menjadi struktur blastokis yang berlekuk, yang dilindungi oleh zona pelusida. Membran glikoprotein yang tebal ini mencegah terjadinya adhesi prematur antara embrio dan endosalping. Blastokis harus keluar dari zona pelusida sebelum terjadi implantasi. Normalnya, proses pengeraman blastokis terjadi di kavum uteri, biasanya terjadi dalam 7 hari setelah ovulasi dan fertilisasi. Jika transportasi ovum terhambat, proses pengeraman terjadi di tuba falopii. 

Penyebab gangguan transportasi ovum yang telah dikenal yaitu penyakit pada tuba, seperti salpingitis kronis atau adhesi perituba. Salpingitis dapat memperburuk mekanisme transportasi ovum melalui proses rusaknya myosalping dari dinding tuba dan melalui kerusakan pada endosalping, yang akan mengurangi jumlah silia tuba.

Pada mukosa tuba manusia, frekuensi denyut silia meningkat 18% selama fase luteal. Setelah ovulasi, terjadi peningkatan yang kritis dalam ampula dan isthmus dan tergantung pada adanya P4 dalam lingkungan E2 yang tinggi. Perubahan dari lingkungan hormonal yang didominasi E2 ke lingkungan yang di dominasi P4 secara temporer membawa kepada perubahan-perubahan ultrastruktural yang menghasilkan peningkatan frekuensi denyut silia dalam hubungan dengan transportasi ovum. Paparan yang lebih lama terhadap efek antagonis dari P4 diluar periode transport kemungkinan disebabkan regresi silia.


Diagnosis Klinik  

Nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Meskipun gejala-gejala ini umumnya ditemukan dalam komplikasi pada awal kehamilan, seperti ancaman keguguran, dan dapat juga merupakan akibat dari keadaan yang tidak berhubungan tetapi terjadi bersamaan, seperti iritasi serviks, infeksi atau trauma. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.

Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik. Karena perbedaan ini, logikanya untuk mendiagnosis kehamilan ektopik adalah untuk diagnosis yang terarah dan prosedur pembedahan pada wanita yang tidak memiliki kehamilan intrauteri yang viabel.Teknik 

Tes kehamilan yang telah berkembang dapat dibagi atas 5 kategori: 1. bioassay, yang menggunakan hewan intak, 2. metoda imunologi, yang menggunakan hemaglutinasi atau latex aglutinasi, 3. RIA, yang memerlukan radiolabeled hormone dan antiserum, 4. radioreceptor assay (RRA), yang memerlukan petanda hormon dengan aktivitas biologi dan reseptor spesifik, dan 5. enzyme linked immunoabsorbant assay (ELISA), yang menggunakan petanda hormon dan antiserum. Perbaikan dalam deteklsi hCG telah memungkinkan dengan melakukan purifikasi hormon ibu dan penguraian dari subunit α-nonspesifik dan hormon subunit β spesifik. Hormon glikoprotein manusia (LH,
FSH, TSH, hCG) disusun dari dua subunit yang berbeda dan rantai yang nonkovalen. Subunit α disusun diantara hormon-hormon ini, tetapi komposisi asam amino subunit β berbeda secara bermakna. Informasi ini dibawa oleh subunit-β yang menunjukkan aktivitas hormonal yang spesifik yang diekspresikan dalam hubungan dengan Subunit- α.

PENATALAKSANAAN 
A. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. salpingotomi linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan terjadinya perlengketan.
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan.
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitoniumj yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar